Rabu, 19 Agustus 2015

Filsafat Eksistensialisme


HUBUNGAN  ANTARA FILASAFAT EKSISTENSIALISME DENGAN APA YANG SEHARUSNYA DIBERIKAN KEPADA PESERTA DIDIK



Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Dr.Hartono, M.SI



Disusun oleh:

1.      Agus arrohman          (0923320     )
2.      Eka Safitri                 (092332056)
3.      Fathan Munif             (0923320    )   
4.      Husen Hasbullah       (0923320    )


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
 PURWOKERTO
2011

Hubungan  antara Filasafat Eksistensialisme dengan Apa yang seharusnya diberikan kepada peserta didik
Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang lahir untuk menentang zamannya. Aliran ini mengungkapkan tentang keberadaan manusia. Keberadaan manusia dibedakan dengan keberadaan benda-benda. Di dalam filsafat ini dikatakan bahwa benda-benda “berada” sedangkan manusia “bereksistensi”. Pada hakikatnya, aliran ini bertujuan untuk mengembalikan keberadaan umat manusia sesuai dengan keadaan hidup asasi yang dimiliki dan dihadapinya. Kierkegaard memberikan pengertian eksistensialisme adalah suatu penolakan terhadap suatu pemikiran abstrak, tidak logis atau tidak ilmiah. Aliran ini, tidak mau terikat dengan hal-hal yang bersifat abstrak serta spekulatif.
Pandangan aliran ini terhadap pendidikan, dapat disimpulkan oleh Van Cleve Moris dalam Eksistensialism and education bahwa eksistensialisme tidak menghendaki adanya aturan- aturan pendidikan dalam segala bentuk. Pernyataan tentang pandangan tersebut sejalan dengan aliran pendidikan kognitif, yang dalam proses pendidikan siswa diharapkan aktif serta menuntut adanya kreatifitas.
Filsafat eksistensialisme bersifat individualistis sebagai paham yang mendorong manusia untuk berbuat dan berbuat terus memperbaharui dirinya dengan bertitik tolak dari individu masing-masing apapun keadaannya. Filsafat ini juga memberikan modal kekuatan dan keberanian dengan tidak perlu mencemaskannya sebagai manusia. Dalam kaitannya dengan pendidikan, dapat kita terapkan sistem pembelajaran yang memberikan ruang aktif bagi siswa secara penuh. Potensi yang ada pada peserta didik perlu digali sehingga dalam belajar ia akan merasa nyaman.
Filsafat eksistensialisme mempunyai relevansi dengan negara berkembang seperti halnya Indonesia. Pada saat ini di Indonesia, dalam mengimplentasikan kurikulum di berbagai jenjang pendidikan kurang memperhatikan tujuan akhir dari pendidikan yakni salah satunya tercantum dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional khususnya Bab II Pasal 3 yang menyebutkan bahwa pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Pembahasan tentang kepribadian dan system nilai maka berada dalam wilayah afektif. Adapun wilayah afektif itu sendiri memiliki unsur-unsur antara lain
a.       Minat (interest)
b.       Sikap (attitude)
c.        Nilai (value)
d.       Apresiasi (appreciation)
Dengan melihat nilai dasar eksistensialisme tersebut maka dalam hal belajar mengajar seorang pendidik harus bisa memberikan sesuatu yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk mengembangkan dirinya agar selalu bereksistensi. Eksistensi seorang siswa dalam belajar yaitu bagaimana ia mampu memecahkan setiap masalah dalam belajarnya. Pendidik harus selalu mengarahkan peserta didiknya dalam belajar ataupun dalam pengembangan bakatnya dan pendidik hanya sebagai mediator bagi para peserta didiknya. Pemberian motivasi sangatlah dibutuhkan oleh setiap peserta didik.  Seorang pendidik dapat dikatakan berhasil jika ia mampu menumbuhkembangkan motivasi peserta didiknya sehingga peserta didik menjadi giat belajar serta mampu mendapatkan prestasi belajar yang baik.

  
By: Eka Safitri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar