Istilah "puber" berasal dari kata "pubes" yang artinya rambut yang tumbuh di sekitar kemaluan. Kondisi ini dialami oleh anak berusia belasan tahun, baik laki-laki maupun perempuan. Puber kedua adalah kondisi dimana terdapat kesamaan perilaku seperti yang dialami anak-anak yang memasuki masa puber, seperti lebih memperhatikan penampilan, lebih memperhatikan lawan jenis, dan sebagainya.
Puber kedua dialami oleh pria maupun wanita
yang memasuki usia 40 tahun ke atas. Gejala yang timbul pada pria saat memasuki
puber kedua adalah :
- Enggan
tampil tua. Mereka mulai memperhatikan penampilannya maupun keindahan
tubuhnya. Rambutnya disemir ala anak muda, bergaya gaul, memodifikasi
mobilnya menjadi ceper, dan sebagainya.
- Mereka
juga mulai senang kembali berpetualang. Mulai dari dari naik motor jarak
jauh, sampai keluar masuk diskotek.
- Produktivitas
hidup meningkat. Banyak ditemui bahwa mereka semakin mahir bernegosiasi,
semakin maju bisnisnya, maupun semakin memukau karirnya.
Sedangkan pada wanita, gejala yang muncul
adalah :
- Terganggu
atau berhentinya proses menstruasi (terjadi menopause). Hal ini terjadi
karena gonadotrop tidak diproduksi lagi oleh kelenjar hypophysc.
Efek yang terjadi adalah pusing, lesu, dan kurang bergairah. Akibatnya
kestabilan emosi sering terganggu.
- Timbunan
lemak menyusut sehingga kulit mulai keriput, bahkan buah dada mulai
berubah bentuk. Rambutpun mulai memutih. Keadaan ini akan berpengaruh pada
kejiwaannya. Apalagi jika suami memandang hal itu sebagai suatu
kemunduran.
Setiap orang akan mengalami fase puber kedua
ini. Karena itu perlu persiapan yang cukup matang untuk memasuki fase krisis
ini. Di sinilah komitmen perkawinan kembali teruji. Komunikasi dan pengertian
memegang peran yang sangat penting bagi pasangan yang mulai memasuki masa puber
kedua ini. Kondisi yang berbeda antara suami dan istri sering kali memicu
konflik di antara mereka berdua. Suami semakin bersemangat dalam banyak hal,
sedangkan istri semakin lesu dan kurang bergairah. Bila terjadi komunikasi yang
baik di antara pasangan yang memasuki masa ini, maka masalah krisis kedua ini
akan dapat diselesaikan dengan baik.
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk melewati
masa puber kedua dengan baik adalah:
- Bertamasya
berdua tanpa diganggu oleh kehadiran anak
- Memberikan
kejutan seperti candle light dinner, membelikan barang yang sedang
diinginkan pasangan, dan sebagainya
- Membuka
kembali album foto kenangan bersama-sama
- Menonton
bioskop berdua saja
- Dan
sebagainya
Dengan demikian diharapkan pasangan yang
memasuki masa puber kedua dapat melewatinya dengan baik dan memasuki usia senja
dengan bahagia.
Ada seorang Ibu yang tinggal di Jakarta bercerita bahwa sejak maraknya kasus tawuran pelajar di Jakarta, Beliau mengambil inisiatif untuk mengantar dan menjemput anaknya yang sudah SMU, sebuah kebiasaan yang belum pernah Beliau lakukan sebelumnya. Bagaimana tidak ngeri, kalau pelajar yang tidak ikut-ikutan-pun ikut diserang ?
Mengapa para pelajar itu begitu sering tawuran,
seakan-akan mereka sudah tidak memiliki akal sehat, dan tidak bisa berpikir
mana yang berguna dan mana yang tidak ? Mengapa pula para remaja banyak yang
terlibat narkoba dan seks bebas ? Apa yang salah dari semua ini ?
Seperti yang sudah diulas dalam artikel lain di
situs ini, remaja adalah mereka yang berusia antara 12 - 21 tahun. Remaja akan
mengalami periode perkembangan fisik dan psikis sebagai berikut :
- Masa
Pra-pubertas (12 - 13 tahun)
- Masa
pubertas (14 - 16 tahun)
- Masa akhir
pubertas (17 - 18 tahun)
- Dan
periode remaja Adolesen (19 - 21 tahun)
Masa pra-pubertas (12 - 13 tahun)
Masa ini disebut juga masa pueral, yaitu
masa peralihan dari kanak-kanak ke remaja. Pada anak perempuan, masa ini lebih
singkat dibandingkan dengan anak laki-laki. Pada masa ini, terjadi perubahan
yang besar pada remaja, yaitu meningkatnya hormon seksualitas dan mulai
berkembangnya organ-organ seksual serta organ-organ reproduksi remaja. Di
samping itu, perkembangan intelektualitas yang sangat pesat jga terjadi pada
fase ini. Akibatnya, remaja-remaja ini cenderung bersikap suka mengkritik
(karena merasa tahu segalanya), yang sering diwujudkan dalam bentuk pembangkangan
ataupun pembantahan terhadap orang tua, mulai menyukai orang dewasa yang
dianggapnya baik, serta menjadikannya sebagai "hero" atau pujaannya.
Perilaku ini akan diikuti dengan meniru segala yang dilakukan oleh pujaannya,
seperti model rambut, gaya bicara, sampai dengan kebiasaan hidup pujaan
tersebut.
Selain itu, pada masa ini remaja juga cenderung
lebih berani mengutarakan keinginan hatinya, lebih berani mengemukakan
pendapatnya, bahkan akan mempertahankan pendapatnya sekuat mungkin. Hal ini yang
sering ditanggapi oleh orang tua sebagai pembangkangan. Remaja tidak ingin
diperlakukan sebagai anak kecil lagi. Mereka lebih senang bergaul dengan
kelompok yang dianggapnya sesuai dengan kesenangannya. Mereka juga semakin
berani menentang tradisi orang tua yang dianggapnya kuno dan tidak/kurang
berguna, maupun peraturan-peraturan yang menurut mereka tidak beralasan,
seperti tidak boleh mampir ke tempat lain selepas sekolah, dan sebagainya.
Mereka akan semakin kehilangan minat untuk bergabung dalam kelompok sosial yang
formal, dan cenderung bergabung dengan teman-teman pilihannya. Misalnya, mereka
akan memilih main ke tempat teman karibnya daripada bersama keluarga berkunjung
ke rumah saudara.
Tapi, pada saat yang sama, mereka juga butuh
pertolongan dan bantuan yang selalu siap sedia dari orang tuanya, jika mereka
tidak mampu menjelmakan keinginannya. Pada saat ini adalah saat yang kritis.
Jika orang tua tidak mampu memenuhi kebutuhan psikisnya untuk mengatasi konflik
yang terjadi saat itu, remaja akan mencarinya dari orang lain. Orang tua harus
ingat, bahwa masalah yang dihadapi remaja, meskipun bagi orang tua itu
merupakan masalah sepele, tetapi bagi remaja itu adalah masalah yang
sangat-sangat berat. Orang tua tidak boleh berpikir, "Ya ampun... itu kan
hal kecil. Masa kamu tidak bisa menyelesaikannya ? Bodoh sekali kamu !",
dan sebagainya. Tetapi perhatian seolah-olah orang tua mengerti bahwa masalah
itu berat sekali bagi remajanya, akan terekam dalam otak remaja itu bahwa orang
tuanya adalah jalan keluar ang terbaik baginya. Ini akan mempermudah orang tua
untuk mengarahkan perkembangan psikis anaknya.
Masa pubertas (14 - 16 tahun)
Masa ini disebut juga masa remaja awal,
dimana perkembangan fisik mereka begitu menonjol. Remaja sangat cemas akan
perkembangan fisiknya, sekaligus bangga bahwa hal itu menunjukkan bahwa ia
memang bukan anak-anak lagi. Pada masa ini, emosi remaja menjadi sangat labil
akibat dari perkembangan hormon-hormon seksualnya yang begitu pesat. Keinginan
seksual juga mulai kuat muncul pada masa ini. Pada remaja wanita ditandai
dengan datangnya menstruasi yang pertama, sedangkan pada remaja pris ditandai
dengan datangnya mimpi basah yang pertama. Remaja akan merasa bingung dan malu
akan hal ini, sehingga orang tua harus mendampinginya serta memberikan
pengertian yang baik dan benar tentang seksualitas. Jika hal ini gagal
ditangani dengan baik, perkembangan psikis mereka khususnya dalam hal
pengenalan diri/gender dan seksualitasnya akan terganggu. Kasus-kasus gay dan
lesbi banyak diawali dengan gagalnya perkembangan remaja pada tahap ini.
Di samping itu, remaja mulai mengerti tentang
gengsi, penampilan, dan daya tarik seksual. Karena kebingungan mereka ditambah
labilnya emosi akibat pengaruh perkembangan seksualitasnya, remaja sukar diselami
perasaannya. Kadang mereka bersikap kasar, kadang lembut. Kadang suka melamun,
di lain waktu dia begitu ceria. Perasaan sosial remaja di masa ini semakin
kuat, dan mereka bergabung dengan kelompok yang disukainya dan membuat
peraturan-peraturan dengan pikirannya sendiri.
Masa akhir pubertas (17 - 18 tahun)
Pada masa ini, remaja yang mampu melewati masa
sebelumnya dengan baik, akan dapat menerima kodratnya, baik sebagai laki-laki
maupun perempuan. Mereka juga bangga karena tubuh mereka dianggap menentukan
harga diri mereka. Masa ini berlangsung sangat singkat. Pada remaja putri, masa
ini berlangsung lebih singkat daripada remaja pria, sehingga proses kedewasaan
remaja putri lebih cepat dicapai dibandingkan remaja pria. Umumnya kematangan
fisik dan seksualitas mereka sudah tercapai sepenuhnya. Namun kematangan
psikologis belum tercapai sepenuhnya.
Periode remaja Adolesen (19 - 21 tahun)
Pada periode ini umumnya remaja sudah mencapai
kematangan yang sempurna, baik segi fisik, emosi, maupun psikisnya. Mereka akan
mempelajari berbagai macam hal yang abstrak dan mulai memperjuangkan suatu
idealisme yang didapat dari pikiran mereka. Mereka mulai menyadari bahwa
mengkritik itu lebih mudah daripada menjalaninya. Sikapnya terhadap kehidupan
mulai terlihat jelas, seperti cita-citanya, minatnya, bakatnya, dan sebagainya.
Arah kehidupannya serta sifat-sifat yang menonjol akan terlihat jelas pada fase
ini.
Kenakalan remaja
Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh
remaja-remaja yang gagal dalam menjalani proses-proses perkembangan jiwanya,
baik pada saat remaja maupun pada masa kanak-kanaknya. Masa kanak-kanak dan
masa remaja berlangsung begitu singkat, dengan perkembangan fisik, psikis, dan
emosi yang begitu cepat. Secara psikologis, kenakalan remaja merupakan wujud
dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak
maupun remaja para pelakunya. Seringkali didapati bahwa ada trauma dalam masa
lalunya, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari lingkungannya, maupun
trauma terhadap kondisi lingkungan, seperti kondisi ekonomi yang membuatnya
merasa rendah diri, dan sebagainya.
Mengatasi kenakalan remaja, berarti menata
kembali emosi remaja yang tercabik-cabik itu. Emosi dan perasaan mereka rusak
karena merasa ditolak oleh keluarga, orang tua, teman-teman, maupun
lingkungannya sejak kecil, dan gagalnya proses perkembangan jiwa remaja
tersebut. Trauma-trauma dalam hidupnya harus diselesaikan, konflik-konflik
psikologis yang menggantung harus diselesaikan, dan mereka harus diberi
lingkungan yang berbeda dari lingkungan sebelumnya. Pertanyaannya : tugas siapa
itu semua ? Orang tua-kah ? Sedangkan orang tua sudah terlalu pusing memikirkan
masalah pekerjaan dan beban hidup lainnya. Saudaranya-kah ? Mereka juga punya
masalah sendiri, bahkan mungkin mereka juga memiliki masalah yang sama.
Pemerintah-kah ? Atau siapa ? Tidak gampang untuk menjawabnya. Tetapi,
memberikan lingkungan yang baik sejak dini, disertai pemahaman akan
perkembangan anak-anak kita dengan baik, akan banyak membantu mengurangi kenakalan
remaja. Minimal tidak menambah jumlah kasus yang ada.
Penelitian membuktikan bahwa musik, terutama musik klasik sangat mempengaruhi perkembangan IQ (Intelegent Quotien) dan EQ (Emotional Quotien). Seorang anak yang sejak kecil terbiasa mendengarkan musik akan lebih berkembang kecerdasan emosional dan intelegensinya dibandingkan dengan anak yang jarang mendengarkan musik. Yang dimaksud musik di sini adalah musik yang memiliki irama teratur dan nada-nada yang teratur, bukan nada-nada "miring". Tingkat kedisiplinan anak yang sering mendengarkan musik juga lebih baik dibanding dengan anak yang jarang mendengarkan musik.
Grace Sudargo, seorang musisi dan pendidik mengatakan,
"Dasar-dasar musik klasik secara umum berasal dari ritme denyut nadi
manusia sehingga ia berperan besar dalam perkembangan otak, pembentukan jiwa,
karakter, bahkan raga manusia".
Penelitian menunjukkan, musik klasik yang
mengandung komposisi nada berfluktuasi antara nada tinggi dan nada rendah akan
merangsang kuadran C pada otak. Sampai usia 4 tahun, kuadran B dan C pada otak
anak-anak akan berkembang hingga 80 % dengan musik.
"Musik sangat mempengaruhi kehidupan
manusia. Musik memiliki 3 bagian penting yaitu beat, ritme, dan harmony",
demikian kata Ev. Andreas Christanday dalam suatu ceramah musik. "Beat
mempengaruhi tubuh, ritme mempengaruhi jiwa, sedangkan harmony
mempengaruhi roh". Contoh paling nyata bahwa beat sangat mempengaruhi
tubuh adalah dalam konser musik rock. Bisa dipastikan tidak ada penonton maupun
pemain dalam konser musik rock yang tubuhnya tidak bergerak. Semuanya bergoyang
dengan dahsyat, bahkan cenderung lepas kontrol. Kita masih ingat dengan
"head banger", suatu gerakan memutar-mutar kepala mengikuti irama
music rock yang kencang. Dan tubuh itu mengikutinya seakan tanpa rasa lelah.
Jika hati kita sedang susah, cobalah mendengarkan musik yang indah, yang
memiliki irama (ritme) yang teratur. Perasaan kita akan lebih enak dan enteng.
Bahkan di luar negeri, pihak rumah sakit banyak memperdengarkan lagu-lagu indah
untuk membantu penyembuhan para pasiennya. Itu suatu bukti, bahwa ritme sangat
mempengaruhi jiwa manusia. Sedangkan harmony sangat mempengaruhi roh. Jika kita
menonton film horor, selalu terdengar harmony (melodi) yang menyayat hati, yang
membuat bulu kuduk kita berdiri. Dalam ritual-ritual keagamaan juga banyak
digunakan harmony yang membawa roh manusia masuk ke dalam alam penyembahan. Di
dalam meditasi, manusia mendengar harmony dari suara-suara alam
disekelilingnya. "Musik yang baik bagi kehidupan manusia adalah musik yang
seimbang antara beat, ritme, dan harmony", ujar Ev. Andreas
Christanday.
Seorang ahli biofisika telah melakukan suatu
percobaan tentang pengaruh musik bagi kehidupan makhluk hidup. Dua tanaman dari
jenis dan umur yang sama diletakkan pada tempat yang berbeda. Yang satu
diletakkan dekat dengan pengeras suara (speaker) yang menyajikan lagu-lagu slow
rock dan heavy rock, sedangkan tanaman yang lain diletakkan dekat dengan
speaker yang memperdengarkan lagu-lagu yang indah dan berirama teratur. Dalam
beberapa hari terjadi perbedaan yang sangat mencolok. Tanaman yang berada di
dekat speaker lagu-lagu rock menjadi layu dan mati, sedangkan tanaman yang
berada di dekat speaker lagu-lagu indah tumbuh segar dan berbunga. Suatu bukti
nyata bahwa musik sangat mempengaruhi kehidupan makhluk hidup.
Alam semesta tercipta dengan musik alam yang sangat
indah. Gemuruh ombak di laut, deru angin di gunung, dan rintik hujan merupakan
musik alam yang sangat indah. Dan sudah terbukti, bagaimana pengaruh musik alam
itu bagi kehidupan manusia.
Wulaningrum Wibisono, S.Psi mengatakan, "Jikalau Anda merasakan hari
ini begitu berat, coba periksa lagi hidup Anda pada hari ini. Jangan-jangan
Anda belum mendengarkan musik dan bernyanyi".
Salah satu dampak krisis moneter adalah bertambahnya kebutuhan yang tidak dapat terpenuhi karena semakin mahalnya harga-harga. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut salah satu caranya adalah menambah penghasilan keluarga...akhirnya kalau biasanya hanya ayah yang bekerja sekarang ibupun ikut bekerja.
Ibu yang ikut bekerja mempunyai banyak pilihan.
Ada ibu yang memilih bekerja di rumah dan ada ibu yang memilih bekerja di luar
rumah. Jika ibu memilih bekerja di luar rumah maka ibu harus pandai-pandai
mengatur waktu untuk keluarga karena pada hakekatnya seorang ibu mempunyai
tugas utama yaitu mengatur urusan rumah tangga termasuk mengawasi, mengatur dan
membimbing anak-anak. Apalagi jika ibu mempunyai anak yang masih kecil atau
balita maka seorang ibu harus tahu betul bagaimana mengatur waktu dengan
bijaksana. Seorang anak usia 0-5 tahun masih sangat tergantung dengan ibunya.
Karena anak usia 0-5 tahun belum dapat melakukan tugas pribadinya seperti
makan, mandi, belajar, dan sebagainya. Mereka masih perlu bantuan dari orang
tua dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut. Bila anak itu dititipkan pada
seorang pembantu maka orang tua atau khususnya ibu harus tahu betul bahwa
pembantu tersebut mampu membimbing dan membantu anak-anak dalam melakukan
pekerjaannya. Kalau pembantu ternyata tidak dapat melakukannya maka anak-anak
yang akan menderita kerugian.
Pembentukan kepribadian seorang anak dimulai
ketika anak berusia 0-5 tahun. Anak akan belajar dari orang-orang dan
lingkungan sekitarnya tentang hal-hal yang dilakukan oleh orang-orang di
sekitarnya. Anak yang berada di lingkungan orang-orang yang sering marah,
memukul, dan melakukan tindakan kekerasan lainnya, anak tersebut juga akan
bertumbuh menjadi pribadi yang keras. Untuk itu ibu atau orang tua harus
bijaksana dalam menitipkan anak sewaktu orang tua bekerja.
Kadang-kadang hanya k
arena lingkungan yang
kurang mendukung sewaktu anak masih kecil akan mengakibatkan dampak yang
negatif bagi pertumbuhan kepribadian anak pada usia selanjutnya. Seperti
kasus-kasus kenakalan remaja, keterlibatan anak dalam dunia narkoba, dan
sebagainya bisa jadi karena pembentukan kepribadian di masa kanak-kanak yang
tidak terbentuk dengan baik.
Untuk itu maka ibu yang bekerja di luar rumah
harus bijaksana mengatur waktu. Bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga
memang sangat mulia, tetapi tetap harus diingat bahwa tugas utama seorang ibu
adalah mengatur rumah tangga. Ibu yang harus berangkat bekerja pagi hari dan
pulang pada sore hari tetap harus meluangkan waktu untuk berkomunikasi,
bercanda, memeriksa tugas-tugas sekolahnya meskipun ibu sangat capek setelah seharian
bekerja di luar rumah. Tetapi pengorbanan tersebut akan menjadi suatu
kebahagiaan jika melihat anak-anaknya bertumbuh menjadi pribadi yang kuat dan
stabil.
Sedangkan untuk ibu yang bekerja di dalam
rumahpun tetap harus mampu mengatur waktu dengan bijaksana.
Tetapi tugas tersebut tentunya bukan hanya
tugas ibu saja tetapi ayah juga harus ikut menolong ibu untuk melakukan
tugas-tugas rumah tangga sehingga keutuhan dan keharmonisan rumah tanggapun
akan tetap terjaga dengan baik.
Memahami Post-Power Syndrome pada Orang yang
Dicintai
Rudi, pemuda gagah berusia 23 tahun semakin hari semakin sebal saja melihat tingkah ayahnya. Bayangkan saja, siapa yang tidak sebal bila memiliki ayah yang sudah pensiun dan menganggur, tetapi bila berbicara selalu yang muluk-muluk. Ayahnya tak henti-hentinya bercerita tentang betapa hebatnya dia dulu ketika menjabat direktur utama dari sebuah perusahaan garmen di Surabaya. Seakan-akan dia tidak pernah sadar, bahwa cerita yang selalu diulang-ulangnya sudah puluhan kali keluar masuk telinga Rudi. Bila ditegur, ayahnya tidak bisa menerima dan menganggap Rudi belum berpengalaman atau masih bau kencur.
Bila teman-teman Rudi main ke rumah, ayahnya
selalu memberikan "kuliah" kepada teman-temannya supaya mereka
mencontoh apa yang sudah dikerjakan ayahnya. Bahkan bukan hanya di rumah, di
lingkungan tetanggapun, ayah Rudi dikenal sebagai "pengobral" cerita
masa lalu yang sudah usang. Akibatnya, bukan hanya Rudi saja yang jengkel,
tetapi tetangganya yang sudah bosan mendengar cerita ayahnya juga langsung
menyingkir begitu melihat ayah Rudi datang.
Post-power syndrome, adalah gejala yang terjadi di mana penderita
hidup dalam bayang-bayang kebesaran masa lalunya (karirnya, kecantikannya,
ketampanannya, kecerdasannya, atau hal yang lain), dan seakan-akan tidak bisa
memandang realita yang ada saat ini. Seperti yang terjadi kepada ayah Rudi,
beliau mengalami post-power syndrome. Beliau selalu ingin mengungkapkan betapa
beliau begitu bangga akan masa lalunya yang dilaluinya dengan jerih payah yang
luar biasa (menurutnya).
Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya
post-power syndrome. Pensiun dini dan PHK adalah salah satu dari faktor
tersebut. Bila orang yang mendapatkan pensiun dini tidak bisa menerima keadaan
bahwa tenaganya sudah tidak dipakai lagi, walaupun menurutnya dirinya masih
bisa memberi kontribusi yang signifikan kepada perusahaan, post-power syndrom
akan dengan mudah menyerang. Apalagi bila ternyata usianya sudah termasuk usia
kurang produktif dan ditolak ketika melamar di perusahaan lain, post-power
syndrom yang menyerangnya akan semakin parah.
Kejadian traumatik juga menjadi salah satu
penyebab terjadinya post-power syndrome. Misalnya kecelakaan yang dialami oleh
seorang pelari, yang menyebabkan kakinya harus diamputasi. Bila dia tidak mampu
menerima keadaan yang dialaminya, dia akan mengalami post-power syndrome. Dan
jika terus berlarut-larut, tidak mustahil gangguan jiwa yang lebih berat akan
dideritanya.
Post-power syndrome hampir selalu dialami
terutama orang yang sudah lanjut usia dan pensiun dari pekerjaannya. Hanya saja
banyak orang yang berhasil melalui fase ini dengan cepat dan dapat menerima
kenyataan dengan hati yang lapang. Tetapi pada kasus-kasus tertentu, dimana
seseorang tidak mampu menerima kenyataan yang ada, ditambah dengan tuntutan
hidup yang terus mendesak, dan dirinya adalah satu-satunya penopang hidup
keluarga, resiko terjadinya post-power syndrome yang berat semakin besar.
Beberapa kasus post-power syndrome yang berat
diikuti oleh gangguan jiwa seperti tidak bisa berpikir rasional dalam jangka
waktu tertentu, depresi yang berat, atau pada pribadi-pribadi introfert
(tertutup) terjadi psikosomatik (sakit yang disebabkan beban emosi yang tidak
tersalurkan) yang parah.
Penanganan
Bila seorang penderita post-power syndrome
dapat menemukan aktualisasi diri yang baru, hal itu akan sangat menolong
baginya. Misalnya seorang manajer yang terkena PHK, tetapi bisa beraktualisasi
diri di bisnis baru yang dirintisnya (agrobisnis misalnya), ia akan terhindar
dari resiko terserang post-power syndrome.
Di samping itu, dukungan lingkungan terdekat,
dalam hal ini keluarga, dan kematangan emosi seseorang sangat berpengaruh pada
terlewatinya fase post-power syndrome ini. Seseorang yang bisa menerima
kenyataan dan keberadaannya dengan baik akan lebih mampu melewati fase ini
dibanding dengan seseorang yang memiliki konflik emosi.
Dukungan dan pengertian dari orang-orang
tercinta sangat membantu penderita. Bila penderita melihat bahwa orang-orang
yang dicintainya memahami dan mengerti tentang keadaan dirinya, atau ketidak
mampuannya mencari nafkah, ia akan lebih bisa menerima keadaannya dan lebih
mampu berpikir secara dingin. Hal itu akan mengembalikan kreativitas dan
produktifitasnya, meskipun tidak sehebat dulu. Akan sangat berbeda hasilnya
jika keluarga malah mengejek dan selalu menyindirnya, menggerutu, bahkan
mengolok-oloknya.
Post-power syndrome menyerang siapa saja, baik
pria maupun wanita. Kematangan emosi dan kehangatan keluarga sangat membantu
untuk melewati fase ini. Dan satu cara untuk mempersiapkan diri menghadapi
post-power syndrome adalah gemar menabung dan hidup sederhana. Karena bila
post-power syndrome menyerang, sementara penderita sudah terbiasa hidup mewah,
akibatnya akan lebih parah.
Psikolog dari Universitas Massachusetts, Amerika Serikat, Robert S. Feldman menemukan adanya hubungan antara kebohongan dan popularitas di kalangan pelajar (anak muda). Penelitian yang dilakukan Robert S. Feldman ini dimuat dalam edisi terbaru Journal of Nonverbal Behavior.
"Kami menemukan bahwa kebohongan yang
dilakukan oleh pelajar sebenarnya menunjukkan bahwa pelajar tersebut memiliki
kemampuan kontrol sosial yang tinggi", demikian kata Feldman.
Feldman melakukan penelitian terhadap 32 orang
tua pelajar tingkat menengah dan atas yang berusia antara 11 hingga 16 tahun,
dan memberikan kuesioner yang berisi tentang berbagai informasi mengenai
aktivitas anak-anak mereka, hubungan sosial, serta kemampuan anak-anak mereka
di sekolah. Berdasarkan atas data-data itu, para pelajar dikelompokkan dalam
dua kelompok, yaitu kelompok yang memiliki tingkat sosialisasi yang rendah, dan
kelompok yang memiliki tingkat sosialisasi yang tinggi. Para pelajar dalam dua
kelompok tersebut diminta satu persatu untuk melakukan tes terhadap rasa yang
sedap pada minuman yang manis, serta minuman masam dan minuman yang tidak
sedap. Kemudian mereka diminta untuk meyakinkan para pengawas bahwa mereka
menyukai atau tidak menyukai apa yang mereka minum. Ini membuat para pelajar
tersebut membuat satu pernyataan yang benar dan satu pernyataan yang bohong.
Kegiatan itu direkam dalam bentuk video dan
diedit secara seimbang menjadi bagian-bagian tertentu. Kepada 48 orang
mahasiswa diperlihatkan rekaman ke-64 kegiatan tes itu untuk mengevaluasi
efektifitas para pelajar mengekspresikan reaksi mereka saat mencicipi minuman
yang disajikan dalam tes. Hasilnya ternyata bertentangan dengan tes minum yang
dilakukan, umur, jenis kelamin para pelajar yang dites, dan kemampuan
sosialisasi seperti yang dikatakan orang tua pra pelajar yang menjalani tes.
"Kami ingin mendapatkan bahwa kemampuan
sosialisasi yang tinggi akan membuat seseorang lebih mudah memperdayakan orang
lain, atau bahwa menjadi seorang pembohong besar akan membuat seseorang semakin
terkenal", kata Feldman.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa remaja adolesen lebih mampu melakukan kebohongan dibandingkan
dengan remaja yang lebih muda. Remaja putri juga didapati lebih bisa melakukan
kebohongan dibanding remaja pria. Pada semua tingkatan usia dan jenis kelamin,
mereka yang memiliki kemampuan sosialisasi yang lebih tinggi ternyata lebih
berpotesial untuk menjadi pembohong besar. Saat berbohong, mereka lebih mampu
mengendalikan ekspresi wajah, gerakan tubuh, intonasi suara, serta kontak mata.
Sedangkan mereka yang kurang bagus kemampuan sosialisasinya, mengalami banyak
kesulitan dalam mengontrol perilakunya saat berbohong.
"Penelitian ini menunjukkan kepada kita
bahwa tidak realistis jika kita selalu berharap bahwa manusia akan selalu berkata
jujur. Sebenarnya kita tidak ingin menerima kenyataan ini. Anak-anak pada usia
muda berpikir untuk selalu bersopan santun dan berkata manis dalam segala
situasi, meskipun sebenarnya yang mereka katakan bukanlah suatu kejujuran yang
sebenarnya. Dengan begitu, mereka dapat diterima dengan baik oleh
lingkungannya, semakin mendapat tempat, dan semakin populer", demikian
kata Feldman.
Mengenal & Membimbing Anak Hiperaktif
Apa sebenarnya
yang disebut hiperaktif itu ? Gangguan hiperaktif sesungguhnya sudah dikenal
sejak sekitar tahun 1900 di tengah dunia medis. Pada perkembangan selanjutnya
mulai muncul istilah ADHD (Attention Deficit/Hyperactivity disorder).
Untuk dapat disebut memiliki gangguan hiperaktif, harus ada tiga gejala utama
yang nampak dalam perilaku seorang anak, yaitu inatensi, hiperaktif,
dan impulsif.
Inatensi
Inatensi atau pemusatan perhatian yang kurang
dapat dilihat dari kegagalan seorang anak dalam memberikan perhatian secara
utuh terhadap sesuatu. Anak tidak mampu mempertahankan konsentrasinya terhadap
sesuatu, sehingga mudah sekali beralih perhatian dari satu hal ke hal yang
lain.
Hiperaktif
Gejala hiperaktif dapat dilihat dari perilaku
anak yang tidak bisa diam. Duduk dengan tenang merupakan sesuatu yang sulit
dilakukan. Ia akan bangkit dan berlari-lari, berjalan ke sana kemari, bahkan
memanjat-manjat. Di samping itu, ia cenderung banyak bicara dan menimbulkan
suara berisik.
Impulsif
Gejala impulsif ditandai dengan kesulitan anak
untuk menunda respon. Ada semacam dorongan untuk mengatakan/melakukan sesuatu
yang tidak terkendali. Dorongan tersebut mendesak untuk diekspresikan dengan
segera dan tanpa pertimbangan. Contoh nyata dari gejala impulsif adalah
perilaku tidak sabar. Anak tidak akan sabar untuk menunggu orang menyelesaikan
pembicaraan. Anak akan menyela pembicaraan atau buru-buru menjawab sebelum pertanyaan
selesai diajukan. Anak juga tidak bisa untuk menunggu giliran, seperti antri
misalnya. Sisi lain dari impulsivitas adalah anak berpotensi tinggi untuk
melakukan aktivitas yang membahayakan, baik bagi dirinya sendiri maupun orang
lain.
Selain ketiga gejala di atas, untuk dapat
diberikan diagnosis hiperaktif masih ada beberapa syarat lain. Gangguan di atas
sudah menetap minimal 6 bulan, dan terjadi sebelum anak berusia 7 tahun.
Gejala-gejala tersebut muncul setidaknya dalam 2 situasi, misalnya di rumah dan
di sekolah.
Problem-problem yang biasa dialami oleh anak
hiperaktif
- Problem di
sekolah
Anak tidak mampu mengikuti pelajaran yang
disampaikan oleh guru dengan baik. Konsentrasi yang mudah terganggu membuat
anak tidak dapat menyerap materi pelajaran secara keseluruhan. Rentang
perhatian yang pendek membuat anak ingin cepat selesai bila mengerjakan
tugas-tugas sekolah. Kecenderungan berbicara yang tinggi akan mengganggu anak
dan teman yang diajak berbicara sehingga guru akan menyangka bahwa anak tidak
memperhatikan pelajaran. Banyak dijumpai bahwa anak hiperaktif banyak mengalami
kesulitan membaca, menulis, bahasa, dan matematika. Khusus untuk menulis, anak
hiperaktif memiliki ketrampilan motorik halus yang secara umum tidak sebaik
anak biasa
- Problem di
rumah
Dibandingkan dengan anak yang lain, anak
hiperaktif biasanya lebih mudah cemas dan kecil hati. Selain itu, ia mudah
mengalami gangguan psikosomatik (gangguan kesehatan yang disebabkan faktor
psikologis) seperti sakit kepala dan sakit perut. Hal ini berkaitan dengan
rendahnya toleransi terhadap frustasi, sehingga bila mengalami kekecewaan, ia
gampang emosional. Selain itu anak hiperaktif cenderung keras kepala dan mudah
marah bila keinginannya tidak segera dipenuhi. Hambatan-hambatan tersbut membuat
anak menjadi kurang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Anak
dipandang nakal dan tidak jarang mengalami penolakan baik dari keluarga maupun
teman-temannya. Karena sering dibuat jengkel, orang tua sering memperlakukan
anak secara kurang hangat. Orang tua kemudian banyak mengontrol anak, penuh
pengawasan, banyak mengkritik, bahkan memberi hukuman. Reaksi anakpun menolak
dan berontak. Akibatnya terjadi ketegangan antara orang tua dengan anak. Baik
anak maupun orang tua menjadi stress, dan situasi rumahpun menjadi kurang
nyaman. Akibatnya anak menjadi lebih mudah frustrasi. Kegagalan bersosialisasi
di mana-mana menumbuhkan konsep diri yang negatif. Anak akan merasa bahwa
dirinya buruk, selalu gagal, tidak mampu, dan ditolak.
- Problem
berbicara
Anak hiperaktif biasanya suka berbicara. Dia
banyak berbicara, namun sesungguhnya kurang efisien dalam berkomunikasi.
Gangguan pemusatan perhatian membuat dia sulit melakukan komunikasi yang timbal
balik. Anak hiperaktif cenderung sibuk dengan diri sendiri dan kurang mampu
merespon lawan bicara secara tepat.
- Problem
fisik
Secara umum anak hiperaktif memiliki tingkat
kesehatan fisik yang tidak sebaik anak lain. Beberapa gangguan seperti asma,
alergi, dan infeksi tenggorokan sering dijumpai. Pada saat tidur biasanya juga
tidak setenang anak-anak lain. Banyak anak hiperaktif yang sulit tidur dan
sering terbangun pada malam hari. Selain itu, tingginya tingkat aktivitas fisik
anak juga beresiko tinggi untuk mengalami kecelakaan seperti terjatuh,
terkilir, dan sebagainya.
Berikut ini adalah faktor-faktor penyebab
hiperaktif pada anak :
Faktor neurologik
- Insiden
hiperaktif yang lebih tinggi didapatkan pada bayi yang lahir dengan
masalah-masalah prenatal seperti lamanya proses persalinan, distres fetal,
persalinan dengan cara ekstraksi forcep, toksimia gravidarum atau eklamsia
dibandingkan dengan kehamilan dan persalinan normal. Di samping itu
faktor-faktor seperti bayi yang lahir dengan berat badan rendah, ibu yang
terlalu muda, ibu yang merokok dan minum alkohol juga meninggikan insiden
hiperaktif
- Terjadinya
perkembangan otak yang lambat. Faktor etiologi dalam bidang neuoralogi
yang sampai kini banyak dianut adalah terjadinya disfungsi pada salah satu
neurotransmiter di otak yang bernama dopamin. Dopamin merupakan zat
aktif yang berguna untuk memelihara proses konsentrasi
- Beberapa
studi menunjukkan terjadinya gangguan perfusi darah di daerah tertentu
pada anak hiperaktif, yaitu di daerah striatum, daerah orbital-prefrontal,
daerah orbital-limbik otak, khususnya sisi sebelah kanan
Faktor toksik
Beberapa zat makanan seperti salisilat dan
bahan-bahan pengawet memilikipotensi untuk membentuk perilaku hiperaktif pada
anak. Di samping itu, kadar timah (lead) dalam serum darah anak yang meningkat,
ibu yang merokok dan mengkonsumsi alkohol, terkena sinar X pada saat hamil juga
dapat melahirkan calon anak hiperaktif.
Faktor genetik
Didapatkan korelasi yang tinggi dari hiperaktif
yang terjadi pada keluarga dengan anak hiperaktif. Kurang lebih sekitar 25-35%
dari orang tua dan saudara yang masa kecilnya hiperaktif akan menurun pada anak.
Hal ini juga terlihat pada anak kembar.
Faktor psikososial dan lingkungan
Pada anak hiperaktif sering ditemukan hubungan
yang dianggap keliru antara orang tua dengan anaknya.
Berikut ini adalah beberapa cara yang bisa
dilakukan oleh orang tua untuk mendidik dan membimbing anak-anak mereka yang
tergolong hiperaktif :
- Orang tua
perlu menambah pengetahuan tentang gangguan hiperaktifitas
- Kenali
kelebihan dan bakat anak
- Membantu
anak dalam bersosialisasi
- Menggunakan
teknik-teknik pengelolaan perilaku, seperti menggunakan penguat positif
(misalnya memberikan pujian bila anak makan dengan tertib), memberikan
disiplin yang konsisten, dan selalu memonitor perilaku anak
- Memberikan
ruang gerak yang cukup bagi aktivitas anak untuk menyalurkan kelebihan energinya
- Menerima
keterbatasan anak
- Membangkitkan
rasa percaya diri anak
- Dan
bekerja sama dengan guru di sekolah agar guru memahami kondisi anak yang
sebenarnya
Disamping itu anak bisa juga melakukan
pengelolaan perilakunya sendiri dengan bimbingan orang tua. Contohnya dengan
memberikan contoh yang baik kepada anak, dan bila suatu saat anak melanggarnya,
orang tua mengingatkan anak tentang contoh yang pernah diberikan orang tua
sebelumnya.
Banyak
sekali definisi yang beredar tentang apa itu Autisme. Tetapi secara garis
besar, Autisme, adalah gangguan perkembangan khususnya terjadi pada masa
anak-anak, yang membuat seseorang tidak mampu mengadakan interaksi sosial dan seolah-olah
hidup dalam dunianya sendiri. Pada anak-anak biasa disebut dengan Autisme
Infantil.
Schizophrenia juga merupakan gangguan yang membuat seseorang
menarik diri dari dunia luar dan menciptakan dunia fantasinya sendiri :
berbicara, tertawa, menangis, dan marah-marah sendiri.
Tetapi ada perbedaan yang jelas antara penyebab
dari Autisme pada penderita Schizophrenia dan penyandang autisme infantil.
Schizophrenia disebabkan oleh proses regresi karena penyakit jiwa, sedangkan
pada anak-anak penyandang autisme infantil terdapat kegagalan perkembangan.
Gejala autisme infantil timbul sebelum anak
mencapai usia 3 tahun. Pada sebagian anak, gejala-gejala itu sudah ada sejak
lahir. Seorang Ibu yang sangat cermat memantau perkembangan anaknya sudah akan
melihat beberapa keganjilan sebelum anaknya mencapai usia 1 tahun. Yang sangat
menonjol adalah tidak adanya atau sangat kurangnya tatap mata.
Untuk memeriksa apakah seorang anak menderita
autis atau tidak, digunakan standar internasional tentang autisme. ICD-10
(International Classification of Diseases) 1993 dan DSM-IV (Diagnostic and
Statistical Manual) 1994 merumuskan kriteria diagnosis untuk Autisme
Infantil yang isinya sama, yang saat ini dipakai di seluruh dunia. Kriteria
tersebut adalah :
Harus ada sedikitnya 6 gejala dari (1), (2),
dan (3), dengan minimal 2 gejala dari (1) dan masing-masing 1 gejala dari (2)
dan (3).
(1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial
yang timbal balik. Minimal harus ada 2 dari gejala di bawah ini :
- Tak mampu
menjalin interaksi sosial yang cukup memadai : kontak mata sangat kurang,
ekspresi muka kurang hidup, gerak gerik kurang tertuju
- Tidak bisa
bermain dengan teman sebaya
- Tak ada
empati (tak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain)
- Kurang
mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang timbal balik
(2) Gangguan kualitatif dalam bidang
komunikasi. Minimal harus ada 1 dari gejala di bawah ini :
- Perkembangan
bicara terlambat atau sama sekali tak berkembang. Anak tidak berusaha
untuk berkomunikasi secara non-verbal
- Bila anak
bisa bicara, maka bicaranya tidak dipakai untuk berkomunikasi
- Sering
menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang
- Cara
bermain kurang variatif, kurang imajinatif, dan kurang dapat meniru
(3) Adanya suatu pola yang dipertahankan dan
diulang-ulang dalam perilaku, minat, dan kegiatan. Minimal harus ada 1 dari
gejala di bawah ini :
- Mempertahankan
satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan
- Terpaku
pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada gunanya
- Ada
gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang
- Seringkali
sangat terpukau pada bagian-bagian benda
Sebelum umur 3 tahun tampak adanya
keterlambatan atau gangguan dalam bidang (1) interaksi sosial, (2) bicara dan
berbahasa, dan (3) cara bermain yang monoton, kurang variatif.
Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau
Gangguan Disintegratif Masa Kanak.
Namun kemungkinan kesalahan diagnosis selalu
ada, terutama pada autisme ringan. Hal ini biasanya disebabkan karena adanya
gangguan atau penyakit lain yang menyertai gangguan autis yang ada, seperti
retardasi mental yang berat atau hiperaktivitas.
Autisme memiliki kemungkinan untuk dapat
disembuhkan, tergantung dari berat tidaknya gangguan yang ada. Berdasarkan
kabar terakhir, di Indonesia ada 2 penyandang autis yang berhasil disembuhkan,
dan kini dapat hidup dengan normal dan berprestasi. Di Amerika, di mana
penyandang autisme ditangani secara lebih serius, persentase kesembuhan lebih
besar.
Bila Anda membutuhkan informasi yang lebih
detail tentang autisme, silakan menghubungi alamat di bawah ini :
P2GPA
Pusat Pelayanan Gangguan Perkembangan Anak Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata Jl. Imam Bonjol 186 A, Semarang 50132 Telp. 024 - 554613
Pusat Pelayanan Gangguan Perkembangan Anak Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata Jl. Imam Bonjol 186 A, Semarang 50132 Telp. 024 - 554613
POPAA
Perkumpulan Orangtua Pembina Anak Autistik Jl. Erlangga Tengah III/34, Semarang Telp. 024 - 313083
Perkumpulan Orangtua Pembina Anak Autistik Jl. Erlangga Tengah III/34, Semarang Telp. 024 - 313083
Yayasan Autisma Indonesia
Jl. Buncit Raya No. 55, Jakarta Pusat
Telp. 021 - 7971945 - 7991355
Telp. 021 - 7971945 - 7991355
Meskipun definisi yang pasti tentang Schizophrenia selalu menjadi perdebatan para ahli, terdapat indikasi yang semakin nyata bahwa Schizophrenia adalah sebuah gangguan yang terjadi pada fungsi otak. Dalam buku The Broken Brain : The Biological Revolution in Psychiatry yang ditulis oleh Dr. Nancy Andreasen, dikatakan bahwa bukti-bukti terkini tentang serangan Schizophrenia merupakan suatu hal yang melibatkan banyak sekali faktor. Faktor-faktor itu meliputi perubahan struktur fisik otak, perubahan struktur kimia otak, dan faktor genetik.
Di dalam otak terdapat milyaran sambungan sel.
Setiap sambungan sel menjadi tempat untuk meneruskan maupun menerima pesan dari
sambungan sel yang lain. Sambungan sel tersebut melepaskan zat kimia yang
disebut neurotransmitters yang membawa pesan dari ujung sambungan sel
yang satu ke ujung sambungan sel yang lain. Di dalam otak yang terserang
schizophrenia, terdapat kesalahan atau kerusakan pada sistem komunikasi
tersebut.
Bagi keluarga dengan penderita schizophrenia di
dalamnya, akan mengerti dengan jelas apa yang dialami penderita schizophrenia
dengan membandingkan otak dengan telepon. Pada orang yang normal, sistem switch
pada otak bekerja dengan normal. Sinyal-sinyal persepsi yang datang dikirim
kembali dengan sempurna tanpa ada gangguan sehingga menghasilkan perasaan, pemikiran,
dan akhirnya melakukan tindakan sesuai kebutuhan saat itu. Pada otak penderita
schizophrenia, sinyal-sinyal yang dikirim mengalami gangguan sehingga tidak
berhasil mencapai sambungan sel yang dituju.
Schizophrenia terbentuk secara bertahap dimana keluarga
maupun penderita tidak menyadari ada sesuatu yang tidak beres dalam otaknya
dalam kurun waktu yang lama. Kerusakan yang perlahan-lahan ini yang akhirnya
menjadi schizophrenia yang tersembunyi dan berbahaya. Gejala yang timbul secara
perlahan-lahan ini bisa saja menjadi schizophrenia akut. Periode schizophrenia
akut adalah gangguan yang singkat dan kuat, yang meliputi halusinasi,
penyesatan pikiran (delusi), dan kegagalan berpikir.
Kadang kala schizophrenia menyerang secara
tiba-tiba. Perubahan perilaku yang sangat dramatis terjadi dalam beberapa hari
atau minggu. Serangan yang mendadak selalu memicu terjadinya periode akut
secara cepat. Beberapa penderita mengalami gangguan seumur hidup, tapi banyak
juga yang bisa kembali hidup secara normal dalam periode akut tersebut.
Kebanyakan didapati bahwa mereka dikucilkan, menderita depresi yang hebat, dan
tidak dapat berfungsi sebagaimana layaknya orang normal dalam lingkungannya.
Dalam beberapa kasus, serangan dapat meningkat
menjadi apa yang disebut schizophrenia kronis. Penderita menjadi buas,
kehilangan karakter sebagai manusia dalam kehidupan sosial, tidak memiliki
motivasi sama sekali, depresi, dan tidak memiliki kepekaan tentang perasaannya
sendiri.
Para Psikiater membedakan gejala serangan
schizophrenia menjadi 2, yaitu gejala positif dan negatif.
Gejala positif
Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan
terlalu kuat dan otak tidak mampu menginterpretasikan dan merespon pesan atau
rangsangan yang datang. Penderita schizophrenia mungkin mendengar suara-suara
atau melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada, atau mengalami suatu sensasi
yang tidak biasa pada tubuhnya. Auditory hallucinations, gejala yang biasanya
timbul, yaitu penderita merasakan ada suara dari dalam dirinya. Kadang suara
itu dirasakan menyejukkan hati, memberi kedamaian, tapi kadang suara itu
menyuruhnya melakukan sesuatu yang sangat berbahaya, seperti bunuh diri.
Penyesatan pikiran (delusi) adalah kepercayaan
yang kuat dalam menginterpretasikan sesuatu yang kadang berlawanan dengan
kenyataan. Misalnya, pada penderita schizophrenia, lampu trafik di jalan raya
yang berwarna merah kuning hijau, dianggap sebagai suatu isyarat dari luar
angkasa. Beberapa penderita schizophrenia berubah menjadi seorang paranoid.
Mereka selalu merasa sedang diamat-amati, diintai, atau hendak diserang.
Kegagalan berpikir mengarah kepada masalah
dimana penderita schizophrenia tidak mampu memproses dan mengatur pikirannya.
Kebanyakan penderita tidak mampu memahami hubungan antara kenyataan dan logika.
Karena penderita schizophrenia tidak mampu mengatur pikirannya membuat mereka
berbicara secara serampangan dan tidak bisa ditangkap secara logika.
Ketidakmampuan dalam berpikir mengakibatkan ketidakmampuan mengendalikan emosi
dan perasaan. Hasilnya, kadang penderita schizophrenia tertawa sendiri atau
berbicara sendiri dengan keras tanpa mempedulikan sekelilingnya.
Semua itu membuat penderita schizophrenia tidak
bisa memahami siapa dirinya, tidak berpakaian, dan tidak bisa mengerti apa itu
manusia. Dia juga tidak bisa mengerti kapan dia lahir, dimana dia berada, dan
sebagainya.
Gejala negatif
Penderita schizophrenia kehilangan motivasi dan
apatis berarti kehilangan energi dan minat dalam hidup yang membuat penderita
menjadi orang yang malas. Karena penderita schizophrenia hanya memiliki energi
yang sedikit, mereka tidak bisa melakukan hal-hal yang lain selain tidur dan
makan.
Perasaan yang tumpul membuat emosi penderita
schizophrenia menjadi datar. Penderita schizophrenia tidak memiliki ekspresi
baik dari raut muka maupun gerakan tangannya, seakan-akan dia tidak memiliki
emosi apapun. Tapi ini tidak berarti bahwa penderita schizophrenia tidak bisa
merasakan perasaan apapun. Mereka mungkin bisa menerima pemberian dan perhatian
orang lain, tetapi tidak bisa mengekspresikan perasaan mereka.
Depresi yang tidak mengenal perasaan ingin
ditolong dan berharap, selalu menjadi bagian dari hidup penderita schizophrenia.
Mereka tidak merasa memiliki perilaku yang menyimpang, tidak bisa membina
hubungan relasi dengan orang lain, dan tidak mengenal cinta. Perasaan depresi
adalah sesuatu yang sangat menyakitkan. Di samping itu, perubahan otak secara
biologis juga memberi andil dalam depresi.
Depresi yang berkelanjutan akan membuat
penderita schizophrenia menarik diri dari lingkungannya. Mereka selalu merasa
aman bila sendirian.
Dalam beberapa kasus, schizophrenia menyerang
manusia usia muda antara 15 hingga 30 tahun, tetapi serangan kebanyakan terjadi
pada usia 40 tahun ke atas. Schizophrenia bisa menyerang siapa saja tanpa
mengenal jenis kelamin, ras, maupun tingkat sosial ekonomi. Diperkirakan
penderita schizophrenia sebanyak 1 % dari jumlah manusia yang ada di bumi.
Schizophrenia tidak bisa disembuhkan sampai
sekarang. Tetapi dengan bantuan Psikiater dan obat-obatan, schizophrenia dapat
dikontrol. Pemulihan memang kadang terjadi, tetapi tidak bisa diprediksikan.
Dalam beberapa kasus, penderita menjadi lebih baik dari sebelumnya. Keringanan
gejala selalu nampak dalam 2 tahun pertama setelah penderita diobati, dan
berangsur-angsur menjadi jarang setelah 5 tahun pengobatan. Pada umur yang
lanjut, di atas 40 tahun, kehidupan penderita schizophrenia yang diobati akan
semakin baik, dosis obat yang diberikan akan semakin berkurang, dan frekuensi
pengobatan akan semakin jarang.
Hidup manusia ditandai oleh usaha-usaha
pemenuhan kebutuhan, baik fisik, mental-emosional, material maupun spiritual.
Bila kebutuhan dapat dipenuhi dengan baik, berarti tercapai keseimbangan dan
kepuasan. Tetapi pada kenyataannya seringkali usaha pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan tersebut mendapat banyak rintangan dan hambatan.
Tekanan-tekanan dan kesulitan-kesulitan hidup
ini sering membawa manusia berada dalam keadaan stress. Stress dapat dialami
oleh segala lapisan umur.
Stress dapat bersifat fisik, biologis dan
psikologis. Kuman-kuman penyakit yang menyerang tubuh manusia menimbulkan
stress biologis yang menimbulkan berbagai reaksi pertahanan tubuh. Sedangkan
stress psikologis dapat bersumber dari beberapa hal yang dapat menimbulkan
gangguan rasa sejahtera dan keseimbangan hidup.
SUMBER STRESS
Sumber stress dapat digolongkan dalam
bentuk-bentuk:
1. Krisis
Krisis adalah perubahan/peristiwa yang timbul
mendadak dan menggoncangkan keseimbangan seseorang diluar jangkauan daya
penyesuaian sehari-hari. Misalnya: krisis di bidang usaha, hubungan keluarga
dan sebagainya.
2. Frutrasi
Frustrasi adaah kegagalan dalam usaha pemuasan
kebutuhan-kebutuhan/dorongan naluri, sehingga timbul kekecewaan. Frutrasi
timbul bila niat atau usaha seseorang terhalang oleh rintangan-rintangan (dari
luar: kelaparan, kemarau, kematian, dan sebagainya dan dari dalam: lelah, cacat
mental, rasa rendah diri dan sebagainya) yang menghambat kemajuan suatu
cita-cita yang hendak dicapainya.
3. Konflik
Konflik adalah pertentangan antara 2
keinginan/dorongan yaitu antara kekuatan dorongan naluri dan kekuatan yang
mengenalikan dorongan-dorongan naluri tersebut.
4. Tekanan
Stress dapat ditimbulkan tekanan yang
berhubungan dengan tanggung jawab yang besar yang harus ditanggungnya. (Dari
dalam diri sendiri: cita-cita, kepala keluarga, dan sebagainya dan dari luar:
istri yang terlalu menuntut, orangtua yang menginginkan anaknya berprestasi).
AKIBAT STRESS
Akibat stress tergantung dari reaksi seseorang
terhadap stress. Umumnya stress yang berlarut-larut menimbulkan perasaan cemas,
takut, tertekan, kehilangan rasa aman, harga diri terancam, gelisah, keluar
keringat dingin, jantung sering berdebar-debar, pusing, sulit atau suka makan
dan sulit tidur). Kecemasan yang berat dan berlangsung lama akan menurunkan
kemampuan dan efisiensi seseorang dalam menjalankan fungsi-fungsi hidupnya dan
pada akhirnya dapat menimbulkan berbagai macam gangguan jiwa.
REAKSI TERHADAP STRESS
Reaksi
seseorang terhadap stress berbeda-beda tergantung dari:
1. Tingkat kedewasaan kepribadian
1. Tingkat kedewasaan kepribadian
2. Pendidikan
dan pengalaman hidup seseorang
Reaksi psikologis yang mungkin timbul dalam
menghadapi stress:
1.menghadapi langsung dengan segala resikonya.
1.menghadapi langsung dengan segala resikonya.
2. menarik diri dan tak tahu menahu tentang
persoalan yang dihadapinya/lari dari kenyataan.
3. menggunakan mekanisme pertahanan diri.
3. menggunakan mekanisme pertahanan diri.
PENANGGULANGAN STRESS
- Mengenal
dan menyadari sumber-sumber stress.
- Membina
kedewasaan kepribadian melalui pendidikan dan pengalaman hidup.
- Mengembangan
hidup sehat. Antara lain dengan cara: merasa cukup dengan apa yang
dimilikinya, tidak tergesa-gesa ingin mencapai keinginannya, menyadari
perbedaan antara keinginan dan kebutuhan, dan sebagain
- ya.
- Mengucap
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk segala sesuatu yang terjadi dengan
tetap beriman kepadaNYa.
- Minta
bimbingan kepada sahabat dekat, orang-orang yang lebih dewasa, psikolog,
orang yang dewasa rohaninya, dan sebagainya).
- Hindarkan
sikap-sikap negatif antara lain: memberontak terhadap keadaan, sikap
apatis, marah-marah. Hal-hal tersebut tidak menyelesaikan masalah tetapi
justru membuka masalah baru.
Selamat mencoba ..........
Kita tentu sering sekali mendengar istilah
persepsi, ilusi, maupun halusinasi. Pada ilmu kejiwaan, kata-kata tersebut
sangat akrab bagi mereka yang berkecimpung di dalamnya. Tapi apa sebenarnya
persepsi, ilusi, dan halusinasi ditinjau dari sisi kejiwaan ?
Persepsi adalah hasil interaksi antara dua faktor,
yaitu faktor rangsangan sensorik yang tertuju kepada individu atau seseorang
dan faktor pengaruh yang mengatur atau mengolah rangsangan itu secara intra-psikis.
faktor-faktor pengaruh itu dapat bersifat biologis, sosial, dan psikologis.
Karena adanya proses pengaruh-mempengaruhi antara kedua faktor tadi, di mana di
dalamnya bergabung pula proses asosiasi, maka terjadilah suatu hasil interaksi
tertentu yang bersifat "gambaran psikis".
Ilusi adalah suatu persepsi panca indera yang
disebabkan adanya rangsangan panca indera yang ditafsirkan secara salah. Dengan
kata lain, ilusi adalah interpretasi yang salah dari suatu rangsangan pada
panca indera. Sebagai contoh, seorang penderita dengan perasaan yang bersalah,
dapat meng-interpretasikan suara gemerisik daun-daun sebagai suara yang
mendekatinya. Ilusi sering terjadi pada saat terjadinya ketakutan yang luar
biasa pada penderita atau karena intoksikasi, baik yang disebabkan oleh
racun, infeksi, maupun pemakaian narkotika dan zat adiktif.
Ilusi terjadi dalam bermacam-macam bentuk,
yaitu ilusi visual (penglihatan), akustik (pendengaran), olfaktorik (pembauan),
gustatorik (pengecapan), dan ilusi taktil (perabaan).
Halusinasi adalah persepsi panca indera yang terjadi
tanpa adanya rangsangan pada reseptor-reseptor panca indera. Dengan kata lain,
halusinasi adalah persepsi tanpa obyek.
Halusinasi merupakan suatu gejala penyakit
kejiwaan yang gawat (serius). Individu mendengar suara tanpa adanya rangsangan
akustik. Individu melihat sesuatu tanpa adanya rangsangan visual, membau
sesuatu tanpa adanya rangsangan dari indera penciuman.
Halusinasi sering dijumpai pada penderita Schizophrenia dan pencandu narkoba. Halusinasi juga dapat terjadi pada orang
normal, yaitu halusinasi yang terjadi pada saat pergantian antara waktu tidur
dan waktu bangun. Hal ini disebut halusinasi hypnagogik.
Bermacam-macan
bentuk halusinasi
Halusinasi
akustik (pendengaran)
Halusinasi ini sering berbentuk :
- Akoasma, yaitu suara-suara yang kacau
balau yang tidak dapat dibedakan secara tegas
- Phonema, yaitu suara-suara yang
berbentuk suara jelas seperti yang berasal dari manusia, sehingga
penderita mendengar kata-kata atau kalimat kalimat tertentu
Halusinasi
visual (penglihatan)
Penderita
melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Halusinasi visual sering menimbulkan
ketakutan yang hebat pada penderita.
Halusinasi
olfaktorik (pembauan)
Penderita
membau sesuatu yang tidak dia sukai. Halusinasi ini merupakan gambaran dari
perasaan bersalah penderitanya.
Halusinasi
gustatorik (pengecap)
Halusinasi
gustatorik murni jarang dijumpai, tetapi sering terjadi bersama-sama dengan
halusinasi olfaktorik.
Halusinasi
taktil (perabaan)
Halusinasi ini
sering dijumpai pada pencandu narkotika dan obat terlarang.
Halusinasi
haptik
Halusinasi ini
merupakan suatu persepsi, di mana seolah-olah tubuh penderita bersentuhan
secara fisik dengan manusia lain atau benda lain. Seringkali halusinasi haptik
ini bercorak seksual, dan sangat sering dijumpai pada pencandu narkoba.
Halusinasi kinestetik
Penderita
merasa bahwa anggota tubuhnya terlepas dari tubuhnya, mengalami perubahan
bentuk, dan bergerak sendiri. Hal ini sering terjadi pada penderita
Schizophrenia dan pencandu narkoba.
Halusinasi
autoskopi
Penderita
seolah-olah melihat dirinya sendiri berdiri di hadapannya.
Penderita
Schizophrenia sangat perlu dikasihani karena penderitaan yang dialaminya.
Tetapi mengapa banyak orang memilih untuk mengubah hidupnya yang indah dan
berharga dengan memakai narkoba dan mengalami berbagai macam gangguan kejiwaan
yang serius ? Tak seorangpun yang tahu ...
Menurut David Wechsler, inteligensi
adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional,
dan menghadapi lingkungannya secara efektif. secara garis besar dapat
disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan
proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat
diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata
yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
inteligensi adalah :
Faktor bawaan atau keturunan
Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes
IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. Sedangkan di antara 2 anak kembar, korelasi
nilai tes IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah pada anak
yang diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40 - 0,50 dengan ayah dan ibu
yang sebenarnya, dan hanya 0,10 - 0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya. Selanjutnya
bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ mereka tetap
berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin mereka tidak pernah saling kenal.
Faktor lingkungan
Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah
dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan
yang berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas dari otak. Perkembangan
otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi,
rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga
memegang peranan yang amat penting.
Inteligensi dan IQ
Orang seringkali menyamakan arti inteligensi
dengan IQ, padahal kedua istilah ini mempunyai perbedaan arti yang sangat
mendasar. Arti inteligensi sudah dijelaskan di depan, sedangkan IQ atau
tingkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari
sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit
indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan
seseorang secara keseluruhan.
Skor IQ mula-mula diperhitungkan dengan
membandingkan umur mental (Mental Age) dengan umur kronologik (Chronological
Age). Bila kemampuan individu dalam memecahkan persoalan-persoalan yang
disajikan dalam tes kecerdasan (umur mental) tersebut sama dengan kemampuan
yang seharusnya ada pada individu seumur dia pada saat itu (umur kronologis),
maka akan diperoleh skor 1. Skor ini kemudian dikalikan 100 dan dipakai sebagai
dasar perhitungan IQ. Tetapi kemudian timbul masalah karena setelah otak
mencapai kemasakan, tidak terjadi perkembangan lagi, bahkan pada titik tertentu
akan terjadi penurunan kemampuan.
Pengukuran Inteligensi
Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor
Simon, 2 orang psikolog asal Perancis merancang suatu alat evaluasi yang
dapat dipakai untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas
khusus (anak-anak yang kurang pandai). Alat tes itu dinamakan Tes
Binet-Simon. Tes ini kemudian direvisi pada tahun 1911.
Tahun 1916, Lewis Terman, seorang
psikolog dari Amerika mengadakan banyak perbaikan dari tes Binet-Simon.
Sumbangan utamanya adalah menetapkan indeks numerik yang menyatakan kecerdasan
sebagai rasio (perbandingan) antara mental age dan chronological age. Hasil
perbaikan ini disebut Tes Stanford_Binet. Indeks seperti ini sebetulnya
telah diperkenalkan oleh seorang psikolog Jerman yang bernama William Stern,
yang kemudian dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes
Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai
usia 13 tahun.
Salah satu reaksi atas tes Binet-Simon atau tes
Stanford-Binet adalah bahwa tes itu terlalu umum. Seorang tokoh dalam bidang
ini, Charles Sperrman mengemukakan bahwa inteligensi tidak hanya terdiri
dari satu faktor yang umum saja (general factor), tetapi juga terdiri dari
faktor-faktor yang lebih spesifik. Teori ini disebut Teori Faktor (Factor
Theory of Intelligence). Alat tes yang dikembangkan menurut teori faktor
ini adalah WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa,
dan WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children) untuk anak-anak.
Di samping alat-alat tes di atas, banyak
dikembangkan alat tes dengan tujuan yang lebih spesifik, sesuai dengan tujuan
dan kultur di mana alat tes tersebut dibuat.
Inteligensi dan Bakat
Inteligensi merupakan suatu konsep mengenai
kemampuan umum individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam
kemampuan yang umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang amat spesifik.
Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini memberikan pada individu suatu kondisi
yang memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau ketrampilan tertentu
setelah melalui suatu latihan. Inilah yang disebut Bakat atau Aptitude.
Karena suatu tes inteligensi tidak dirancang untuk menyingkap
kemampuan-kemampuan khusus ini, maka bakat tidak dapat segera diketahui lewat
tes inteligensi.
Alat yang digunakan untuk menyingkap kemampuan
khusus ini disebut tes bakat atau aptitude test. Tes bakat yang
dirancang untuk mengungkap prestasi belajar pada bidang tertentu dinamakan Scholastic
Aptitude Test dan yang dipakai di bidang pekerjaan adalah Vocational
Aptitude Test dan Interest Inventory. Contoh dari Scholastic
Aptitude Test adalah tes Potensi Akademik (TPA) dan Graduate Record
Examination (GRE). Sedangkan contoh dari Vocational Aptitude Test atau Interest
Inventory adalah Differential Aptitude Test (DAT) dan Kuder
Occupational Interest Survey.
Inteligensi dan Kreativitas
Kreativitas merupakan salah satu ciri dari
perilaku yang inteligen karena kreativitas juga merupakan manifestasi dari
suatu proses kognitif. Meskipun demikian, hubungan antara kreativitas dan
inteligensi tidak selalu menunjukkan bukti-bukti yang memuaskan. Walau ada
anggapan bahwa kreativitas mempunyai hubungan yang bersifat kurva linear dengan
inteligensi, tapi bukti-bukti yang diperoleh dari berbagai penelitian tidak
mendukung hal itu. Skor IQ yang rendah memang diikuti oleh tingkat kreativitas
yang rendah pula. Namun semakin tinggi skor IQ, tidak selalu diikuti tingkat
kreativitas yang tinggi pula. Sampai pada skor IQ tertentu, masih terdapat
korelasi yang cukup berarti. Tetapi lebih tinggi lagi, ternyata tidak ditemukan
adanya hubungan antara IQ dengan tingkat kreativitas.
Para ahli telah berusaha mencari tahu mengapa
ini terjadi. J. P. Guilford menjelaskan bahwa kreativitas adalah suatu
proses berpikir yang bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan
berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi yang diberikan.
Sebaliknya, tes inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang
bersifat konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau
kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan. Ini merupakan
akibat dari pola pendidikan tradisional yang memang kurang memperhatikan
pengembangan proses berpikir divergen walau kemampuan ini terbukti sangat
berperan dalam berbagai kemajuan yang dicapai oleh ilmu pengetahuan.
Selama ini banyak orang menganggap bahwa jika
seseorang memiliki tingkat kecerdasan intelektual (IQ) yang tinggi, maka orang
tersebut memiliki peluang untuk meraih kesuksesan yang lebih besar di banding
orang lain. Pada kenyataannya, ada banyak kasus di mana seseorang yang memiliki
tingkat kecerdasan intelektual yang tinggi tersisih dari orang lain yang
tingkat kecerdasan intelektualnya lebih rendah. Ternyata IQ (Intelligence
Quotient) yang tinggi tidak menjamin seseorang akan meraih kesuksesan.
Daniel Goleman, seorang profesor dari Universitas Harvard
menjelaskan bahwa ada ukuran/patokan lain yang menentukan tingkat kesuksesan
seseorang. Dalam bukunya yang terkenal, Emotional Intelligence, membuktikan
bahwa tingkat emosional manusia lebih mampu memperlihatkan kesuksesan
seseorang.
Intelligence Quotient (IQ) tidak dapat
berkembang. Jika seseorang terlahir dengan kondisi IQ sedang, maka IQ-nya tidak
pernah bisa bertambah maupun berkurang. Artinya, jika seseorang terlahir dengan
kecerdasan intelektual (IQ) yang cukup, percuma saja dia mencoba dengan segala
cara untuk mendapatkan IQ yang superior (jenius), begitu pula sebaliknya.
Tetapi, Emotional Quotient(EQ) dapat dikembangkan seumur hidup dengan belajar.
Kecerdasan Emosional (EQ) tumbuh seiring
pertumbuhan seseorang sejak lahir hingga meninggal dunia. Pertumbuhan EQ
dipengaruhi oleh lingkungan, keluarga, dan contoh-contoh yang didapat seseorang
sejak lahir dari orang tuanya. Kecerdasan Emosi menyangkut banyak aspek
penting, yang agaknya semakin sulit didapatkan pada manusia modern, yaitu:
- empati
(memahami orang lain secara mendalam)
- mengungkapkan
dan memahami perasaan
- mengendalikan
amarah
- kemandirian
- kemampuan
menyesuaikan diri
- disukai
- kemampuan
memecahkan masalah antar pribadi ketekunan
- kesetiakawanan
- keramahan
- sikap
hormat
Orang tua adalah seseorang yang pertama kali
harus mengajarkan kecerdasan emosi kepada anaknya dengan memberikan teladan dan
contoh yang baik. Agar anak memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, orang tua
harus mengajar anaknya untuk :
- membina
hubungan persahabatan yang hangat dan harmonis
- bekerja
dalam kelompok secara harmonis
- berbicara
dan mendengarkan secara efektif
- mencapai
prestasi yang lebih tinggi sesuai aturan yang ada (sportif)
- mengatasi
masalah dengan teman yang nakal
- berempati
pada sesama
- memecahkan
masalah
- mengatasi
konflik
- membangkitkan
rasa humor
- memotivasi
diri bila menghadapi saat-saat yang sulit
- menghadapi
situasi yang sulit dengan percaya diri
- menjalin
keakraban
Jika seseorang memiliki IQ yang tinggi,
ditambah dengan EQ yang tinggi pula, orang tersebut akan lebih mampu menguasai
keadaan, dan merebut setiap peluang yang ada tanpa membuat masalah yang baru.
AGAR ANAK MENAATI PERATURAN
- Hal-hal yang perlu diterapkan dalam usaha mendisiplinkan anak :
- Mulailah dari hal-hal yang kecil dulu, kemudian secara
bertahap ke tingkat selanjutnya.
- Awal dari disiplin adalah komunikasi yang baik dan
sederhana.
- Konsisten pada aturan disiplin yang telah dibuat.
- Konsisten antara ayah-ibu supaya tidak menimbulkan
kebingungan pada anak. Buatlah kesepakatan tentang peraturan yang harus
dijalankan di rumah.
- Terapkan pemberian reward dan punishment (hukuman).
- Pemberian perintah dan aturan yang disertai dengan penjelasan
mengapa harus begini, mengapa harus begitu.
- Mendampingi anak mengerjakan apa yang diperintahkan untuk
menciptakan suasana yang menyenangkan, misalnya pada saat anak disuruh
membereskan mainannya.
- Teknik disiplin yang digunakan, sebaiknya memakai dialog yang
penuh kasih sayang dan kehangatan.
- Bahasa yang digunakan sebaiknya yang sederhana saja, apalagi
si anak masih tergolong balita. Gunakan juga bahasa anak ( berdasarkan
pada pola pikir animisme anak ) . Dengan demikian si anak akan lebih bisa
menerimanya.
- Aturan disiplin dibuat sedemikian rupa sehingga bahaya dari
luar / sisi negatifnya bisa diminimalkan.
- Perhatikan usia anak. Aturan disiplin akan berbeda-beda pada
tiap tingkatan tahap perkembangan. Bila masih kecil (baru 1-2 tahun),
kesabaran sangatlah mutlak karena mereka cenderung egosentris. Jadi,
maklumlah.
- Hormati perasaan anak dan hargai juga waktunya.
- Berikan pilihan / alternatif.
- Kerahasiaan aturan disiplin supaya tidak menjatuhkan harga
diri si anak.
- Peringatkan lebih awal tentang apa-apa yang harus
dilakukannya supaya ia bisa bersiap-siap untuk aturan tersebut.
- Berikan perintah dengan tegas dan lebih spesifik.
- Tekankan pada hal-hal positif.
- Ketidaksetujuan baiknya ditujukan pada perilaku si anak,
bukan si anak itu sendiri.
- Berikan contoh / teladan yang baik karena anak-anak bisa
meniru perilaku orang tuanya. Dengan demikian, oang tua bukan hanya
sebagai penegak aturan tetapi juga pelaksana aturan.
- Sertakan rasa humor.
Hal-hal yang harus
dihindari dalam usaha mendisiplinkan anak :
- Terlalu sering memberi ancaman
(lebih-lebih pada anak yang pandai) karena ia malah akan balik menantang.
- Mendisiplinkan anak dalam keadaan
emosi.
- Aturan disiplin yang memaksa,
otoriter, keras dan sangat ketat.
- Selalu mengatakan, “Aku ingin …” (
bagi orang tua ).
- Orang tua itu sendiri tidak disiplin,
sehingga si anak pun menirunya.
Aturan-aturan
yang penting saat memberikan reward kepada anak :
- Hadiah diberikan dengan tujuan tertentu, sebagai dorongan pada anak
untuk tetap mempertahankan tingkah laku atau prestasinya yang baik.
- Bila tujuannya ingin mengubah tingkah laku anak sebaiknya jangan
memberikan hadiah barang, kecuali untuk pertama kali dalam jangka waktu
yang panjang, misalnya saat anak masuk sekolah, belikan tas atau buku.
- Bila anak sudah terlanjur menyukai hadiah barang, ubahlah dengan
sikap yang sabar, ulet, dan konsisten. Perubahan ke hadiah non-barang pun
harus dilakukan secara bertahap dan jangan memaksa.
- Kekompakan antara ayah dan ibu dalam memberikan reward.
- Bila akan memberikan hadiah non-barang, lakukan dengan
sungguh-sungguh, dalma arti ungkapan kasih sayang, seperti pelukan atau
ciuman diberi dengan tulus.
- Konsisten dalam memberi hadiah non-barang.
- Hadiah non-barang harus proporsional, efisien, dan tepat waktu.
- Adakan evaluasi seusai hadiah diberikan, apakah ada penguatan
perilaku pada anak.
- Reward jangan diberikan secara berlebih-lebihan.
- Reward baiknya berujung pada reinforcement positif.
Aturan-aturan
yang penting saat memberikan hukuman kepada anak :
- Jangan berikan pada anak yang masih
tergolong balita karena mereka belum mengerti alasan mengapa mereka
dihukum, akibatnya mereka bisa menjadi frustasi.
- Hukuman harus bersifat mendidik.
- Informasikan terlebih dahulu akan
adanya sanksi tertentu dari perilakunya yang tidak menyenangkan orang
tuanya.
- Adakan evaluasi seusai hukuman
diberikan, apakah ada perubahan kesadaran dalam diri si anak.
- Jangan lakukan hukuman di bawah
pengaruh emosi yang tak terkontrol.
- Hindarkan hukuman fisik.
- Berikan hukuman dengan tegas. Bila
anak merengek jangan langsung lemah hati dan nyerah.
- Perhatikan korelasi antara hukuman
dengan perilaku.
- Hukuman badan hanyalah dipandang
sebagai jalan terakhir.
Beberapa fakta
mengapa hadiah barang bisa menjadi tidak
efektif :
- Anak menjadi materialistis.
- Anak menjadi konsumtif.
- Orang tua bisa tekor.
- Anak bersikap baik bukan karena
kesadaran diri, tetapi karena keinginan untuk mendapatkan barang tersebut.
Beberapa fakta mengapa
hukuman badan bisa menjadi tidak efektif :
- Anak menjadi frustasi.
- Anak bisa menjadi resisten (kebal)
terhadap hukuman tersebut.
- Anak cenderung membiarkan dirinya
dihukum daripada melakukan perbuatan yang diharapkan kepadanya.
- Anak cenderung melampiaskan
kekesalannya pada hukuman tersebut dengan memukul anak lain.
- Menimbulkan dampak psikologis jangka
panjang, di mana rasa marah, sakit hati dan jengkel akan dipendam
selamanya oleh si anak.
- Akan terbentuk rasa ketidakberdayaan
(sense of helplesness)
- Anak tidak akan belajar apapun dari
hukuman badan.
Baik reward maupun
hukuman, janganlah asal-asal diberikan, melainkan harus mapu membangun /
mengukuhkan konsep diri di individu.
Waktu diberikannya reward atau hukuman pun harus langsung pada saat
perilaku yang diinginkan / tidak diinginkan itu terjadi. Jangan menundanya
terlalu lama.
Banyak cara menilai kepribadian seseorang. Bila
kamu masih dalam tahap "PeDeKaTe", ada baiknya mengetahui apa makanan
kesukaan calon pacar. Dari situ, kamu bisa mengetahui bagaimana sifat dia yang
sesungguhnya.
Berdasarkan survei yang dilakukan Baxters
terhadap orang Inggris dan Skotlandia, belum lama ini, diketahui bahwa orang
yang gemar makan wortel umumnya memiliki sifat pengasih dan berpikiran luas.
Sayang, orang yang suka mengkonsumsi sayuran jenis ini, kemudian juga diketahui
memiliki sikap ekstrovert dan bergaya bossy.
Bila dia gemar sekali memakan ayam goreng, ayam
kuah opor dan berbagai masakan dari ayam, maka dia adalah tipe orang yang
selalu bersikap realistis dan apa adanya. Dia cenderung berpikir logis dan
jarang melibatkan perasaan dalam melihat suatu perkara.
Anda boleh merasa senang bila dia ternyata
gemar sekali makan jamur, apapun jenisnya. Orang macam ini, kata survei itu,
tergolong memiliki tingkat kesetiaan yang tinggi. Buktinya, 92% orang Inggris
dan Skotlandia yang hoobi mengkonsumsi jamur memang terbukti setia.
Apabila dia gemar sekali makan mie, instant
maupun olahan, terutama mie rasa ayam, maka dia termasuk orang yang independen.
Bisa jadi demikian, faktanya, sebagian besar anak kost, terutama mahasiswa,
ternyata doyan makan mie. Orang yang suka makan minestrone,
sejenis sup yang disertai mie kecil-kecil, katanya sangat perfeksionis.
Sedangkan
orang yang suka sekali akan tomat, katanya mempunyai sifat pemberani dan
semangat tinggi. Namun sebagian lagi berpendapat bahwa orang yang gemar makan
sup tomat ternyata mudah tergoda rayuan. Coba ingat-ingat, dia suka makan apa,
ya?
Secara sederhana, asertif adalah suatu ciri
kepribadian interpersonal di mana orang yang memilikinya mampu menyatakan
pendapatnya, idenya, kekritisannya, perasaannya dengan cara-cara yang tidak
menyakiti hati orang lain. Untuk lebih jelasnya, berikut ini disajikan
perbedaan antara perilaku yang agresif, asertif dan non asertif.
Agresi berarti Anda :
- Mempertahankan
hak Anda sendiri sehingga melanggar hak-hak orang lain.
- Mengabaikan
dan menolak kepercayaan, opini, perasaan, keinginan, emosi, sikap, data,
informasi atau keterlibatan dari orang lain.
- Mengekspresikan
atau menuntut perhatian terhadap pendapat, kebutuhan atau perasaan Anda
dengan cara yang tidak tepat.
Asertif berarti Anda :
- Mempertahankan
hak sendiri akan tetapi tidak sampai mengabaikan atau mengancam hak orang
lain.
- Melibatkan
perasaan dan kepercayaan orang lain sebagai bagian dari interaksi dengan
mereka.
- Mengekspresikan
perasaan dan kepercayaan sendiri dengan cara yang terbuka, langsung, jujur
dan tepat.
Non asertif berarti Anda :
- Mengabaikan
hak diri sendiri, gagal untuk mempertahankan diri sendiri, dan membiarkan
orang lain mengabaikan hak diri sendiri.
- Memaafkan
atau `memadamkan` ide, perasaan, sikap, kepercayaan atau informasi diri
sendiri.
- Menghindar
dari pengekspresian perasaan atau kebutuhan diri sendiri pada situasi di
mana Anda justru diharapkan untuk itu.
Asertif yang efektif melibatkan apa yang
disebut sebagai ‘I messages’ yaitu
Anda sendirilah yang harus bertanggung jawab terhadap perasaan Anda – Anda
menyatakan reaksi Anda daripada apa yang dilakukan orang lain. Misalnya:
daripada berkata, ‘Berani sekali Anda memotong pembicaraan saya...’, seorang
yang asertif akan berkata, ‘Saya merasa terganggu bila Anda memotong
pembicaraan saya...’
Konsekuensi positif:
- Membuat
Anda lebih mudah memberi dan menerima pujian. Hak Anda dihargai karena
Anda juga menghargai hak orang lain.
- Dapat
menghindarkan diri dari orang yang menginginkan pertolongan yang tidak
masuk akal dari Anda.
- Dapat
mengatasi gangguan yang kecil dan mencegahnya untuk menjadi konflik.
- Menjadi
seseorang yang independen yang berperan dalam perasan, waktu dan akal Anda
sendiri.
- Menjadi
diri sendiri, percaya dalam menghadapi orang lain.
Konsekuensi negatif:
- Kehidupan
seseorang yang asertif tidak selalu berjalan mulus.
- Seringkali
dipandang sebagai orang yang kasar atau kurang sopan.
- Bagaimana
kita menyuarakan pendapat kita dapat dianggap mendorong orang lain untuk melakukan
sesuatu.
Masih banyak perbedaan antara cowok dan
cewek dalam soal cinta atau asmara. Karena sifatnya yang "cuek",
tidak perdulian dan jarang meneteskan air mata, tak heran kalau cowok selalu
menjadi "kambing hitam" atau pihak yang dibenci bila sebuah hubungan
asmara terpaksa berakhir. Sebaliknya, cewek selalu nampak lebih menderita
akibat putus cinta.
Dalam Liking and Loving: An Invitation to
Social Psychology (1973), Zick Rubin, mengatakan bahwa cowok sebenarnya lebih
rapuh, cengeng dan naif soal cinta. Cowok selalu menjadi pihak yang merasa
lebih sakit hati akibat putus cinta. "Karena hal itu, biasanya cowok akan
lebih hati-hati. Itulah kenapa cowok memiliki pengalaman bercinta lebih sedikit
dari cewek, karena setelah putus, cowok akan sulit untuk jatuh cinta
lagi," kata Rubin.
Dr. Clay Tucker-Ladd, penulis buku-buku
psikologi, mengatakan bahwa cewek selalu ingin menempatkan dirinya sebagai
pasangan yang ideal. Sebaliknya, karena pengalaman -yang tidak selalu mulus-,
cowok kerap bersikap biasa-biasa saja. "Kendati mudah tertarik dengan
kecantikan dan kebaikan cewek, namun sulit bagi cowok untuk menghapus rasa
sakit akibat putus cinta."
Cowok, kata Rubin, lebih percaya pada
romantisme. Cowok bisa memutuskan apakah dia jatuh cinta atau tidak, hanya
dengan mendengar kata hatinya. "Sekali saja intusisi cowok berkata 'Ini
dia soulmate saya' ketika bertemu seorang cewek, maka ketika itu pula mereka
akan jatuh cinta kepada cewek itu," ungkap Rubin. "Sebaliknya, cewek
selalu banyak pertimbangan dalam memutuskan sesuatu."
Kendati percaya pada romantisme, tapi
jangan kaget, karena cowok kerap merefleksikan cinta mereka dengan cara yang
tidak romantis. "Cowok akan lebih menghargai cewek yang rajin mencuci
pirinng dan pakaian ketimbang cewek yang menghujaninya dengan ciuman. Padahal
cewek justru menginginkan sebaliknya."
Bila disarankan untuk membahagiakan pacar atau
istri, maka harap maklum, karena cowok akan lebih suka mencucikan mobil pacar
atau istri daripada memberi pelukan dan ciuman. Dalam memandang keintiman,
misalnya, cewek menerjemahkan keintiman sebagai ngobrol berdua di tempat redup
atau makan malam di sebuah restoran sepi dengan candle light. Tetapi bagi
cowok, keintiman itu artinya kerja bakti, alias melakukan sesuatu bersama-sama.
Cewek selalu memiliki tenggang rasa dan
lebih bisa menjaga hubungan. Sedangkan cowok selalu "cuek" dan main
"hantam kromo". Cewek selalu memikirkan bagaimana cara membagi
penghasilannya dan cowoknya untuk dia sendiri, keluarga dan teman-teman.
Sedangkan cowok, tak pernah mau pusing dengan masalah duit.
Cewek biasanya lebih cerewet. Cewek juga sering
mengeluh soal hubungan dan masalah yang dihadapi. Sedang cowok tidak begitu
peduli dan selalu menganggap semuanya biasa-biasa saja. Cewek selalu ingin
menyelesaikan masalah dan perbedaan pendapat yang ada dengan tuntas, sedang
cowok justru ingin melupakannya. Begitulah dunia Venus dan Mars!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar